Ekosistem .:: HUTAN GAMBUT ::.
Hutan gambut adalah hutan yang tumbuh di atas kawasan yang digenangi
air dalam keadaan asam dengan pH 3,5 - 4,0. Hal itu tentunya
menjadikan tanah sangat miskin hara. Menurut Indriyanto (2005), hutan
gambut didefinisikan sebagai hutan yang terdapat pada daerah bergambut
ialah daerah yang digenangi air tawar dalam keadaan asam dan di
dalamnya terdapat penumpukan bahan bahan tanaman yang telah mati.
Ekosistem hutan gambut merupakan suatu tipe ekosistem hutan yang cukup
unik karena tumbuh di atas tumpukan bahan organik yang melimpah.
Daerah gambut pada umumnya mengalami genangan air tawar secara periodik
dan lahannya memiliki topografi bergelombang kecil sehingga
menciptakan bagian-bagian cekungan tergenang air tawar.
Arief (1994) mengemukakan bahwa gambut itu terjadi pada hutan-hutan
yang pohonnya tumbang dan tenggelam dalam lumpur yang hanya mengandung
sedikit oksigen, sehingga jasad renik tanah sebagai pelaku pembusukan
tidak mampu melakukan tugasnya secara baik. Akhirnya bahon-bahan
organik dari pepohonan yang telah mati dan tumbang tertumpuk dan lambat
laun berubah menjadi gambut yang tebalnya bisa mencapai 20 m.
Menurut Irwan (1992), gambut adalah suatu tipe tanah yang terbentuk
dari sisa-sisa tumbuhan (akar, batang, cabang, ranting, daun, dan
lainnya) dan mempunyai kandungan bahan organik yang sangat tinggi.
Permukaan gambut tampak seperti kerak yang berserabut, kemudian bagian
dalam yang lembap berisi tumpukan sisa-sisa tumbuhan, baik itu
potongan-potongan kayu besar maupun sisa-sisa tumbuhan lainnya. Anwar dkk. (1984
dalam Irwan, 1992) mengemukakan bahwa gambut dapat diklasifikasikan
ke dalam dua bentuk, yaitu gambut ombrogen dan gambut topogen.
1. Gambut ombrogen
Bentuk gambut ini umum dijumpai dan banyak ditemukan di daerah dekat
pantai dengan kedalaman gambut mencapai 20 m. Air gambut itu sangat
asam dan sangat miskin hara (oligotrofik) terutama kalsium karena tidak
ada zat hara yang masuk dari sumber lain, sehingga tumbuhan yang
hidup pada tanah gambut ombrogen menggunakan zat hara dari gambut dan
dari air hujan.
2. Gambut topogen
Bentuk gambut seperti ini tidak sering dijumpai, biasanya terbentuk
pada lekukan-lekukan tanah di pantai-pantai (di balik bukit pasir) dan
di daerah pedalaman yang drainasenya terhambat. Air gambut ini
bersifat agak asam dan mengandung zat hara agak banyak (mesotrofik).
Tumbuhan-tumbuhan yang hidup pada tanah gambut topogen masih
mendapatkan zat hara dari tanah mineral, air sungai, sisa-sisa
tumbuhan, dan air hujan.
Tipe ekosistem hutan gambut ini berada pada daerah yang mempunyai tipe
iklim A dan B (tipe iklim menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson),
pada tanah organosol yang memiliki lapisan gambut setebal lebih dari
50 cm (Santoso,1996; Direktorat Jenderal Kehutanan, 1976). Hutan
gambut itu pada umumnya terletak di antara hutan rawa dan hutan hujan.
Vegetasi yang menyusun ekosistem hutan gambut merupakan spesies-spesies tumbuhan yang selalu hijau (evergreen). Spesies-spesies pohon yang banyak dijumpai di dalam ekosistem hutan gambut antara lain Alstonia
spp., Dyera spp., Durio carinatus, Palaquium spp., Tristania spp.,
Eugenia spp., Cratoxylon arborescens, Tetramerista glabra,
Dactyloeladus stenostachys, Diospyros spp., dan Myristica spp. Khusus di Kalimantan dan Sumatra Selatan, pada ekosistem hutan gambut banyak dijumpai Gonystylus spp.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar