Selasa, 08 September 2015

ekosistem hutan mangrove

Ekosistem Hutan Payau atau Hutan Mangrove

MANGROVE

Ekosistem hutan payau atau ekosistem hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai yang terlindung, laguna dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam. Menurut FAO, Hutan Mangrove adalah Komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang surut. Kondisi habitat tanah berlumpur, berpasir, atau lumpur berpasir. Ekosistem tersebut merupakan ekosistem yang khas untuk daerah tropis dan sub tropis, terdapat di derah pantai yang berlumpur dan airnya tenang (gelombang laut tidak besar). Ekosistern hutan itu disebut ekosistem hutan payau karena terdapat di daerah payau (estuarin), yaitu daerah perairan dengan kadar garam/salinitas antara 0,5 °/oo dan 30°/oo disebut juga ekosistem hutan pasang surut karena terdapat di daerah yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.

MANGROVE

Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis ”Mangue” dan bahasa Inggris ”grove” (Macnae, 1968 dalam Kusmana et al, 2003). Dalam bahasa inggris kata mangrove digunakan baik untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang surut maupun untuk individu-individu jenis tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut.

Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen dan hutan payau (bahasa Indonesia). Selain itu, hutan mangrove oleh masyarakat Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Penggunaan istilah hutan bakau untuk hutan mangrove sebenarnya kurang tepat dan rancu, karena bakau hanyalah nama lokal dari marga Rhizophora, sementara hutan mangrove disusun dan ditumbuhi oleh banyak marga dan jenis tumbuhan lainnya. Oleh karena itu, penyebutan hutan mangrove dengan hutan bakau sebaiknya dihindari (Kusmana et al, 2003).

Mangrove tersebar di seluruh lautan tropik dan subtropik, tumbuh hanya pada pantai yang terlindung dari gerakan gelombang; bila keadaan pantai sebaliknya, benih tidak mampu tumbuh dengan sempurna dan menjatuhkan akarnya. Pantai-pantai ini tepat di sepanjang sisi pulau-pulau yang terlindung dari angin, atau serangkaian pulau atau pada pulau massa daratan di belakang terumbu karang di lepas pantai yang terlindung (Nybakken, 1998).

Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Umumnya mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjol yang disebut akar nafas (pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob. Mangrove tersebar di seluruh lautan tropik dan subtropik, tumbuh hanya pada pantai yang terlindung dari gerakan gelombang; bila keadaan pantai sebaliknya, benih tidak mampu tumbuh dengan sempurna dan menancapkan akarnya.
Ekosistem hutan payau termasuk tipe ekosistem hutan yang tidak terpengaruh oleh iklim, tetapi faktor lingkungan yang sangat dominan dalam pembentukan ekosistem itu adalah faktor edafis. Salah satu faktor lingkungan lainnya yang sangat menentukan perkembangan hutan payau adalah salinitas atau kadar garam (Kusmana, 1997).
Vegetasi yang terdapat dalam ekosistem hutan payau didominasi oleh tumbuh-tumbuhan yang mempunyai akar napas atau pneumatofora (Ewusie, 1990). Di samping itu, spesies tumbuhan yang hidup dalam ekosistem hutan payau adalah spesies tumbuhan yang memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap salinitas payau dan harus hidup pada kondisi lingkungan yang demikian, sehingga spesies tumbuhannya disebut tumbuhan halophytes obligat. Tumbuh-tumbuhan itu pada umumnya merupakan spesies pohon yang dapat mencapai ketinggian 50 m dan hanya membentuk satu stratum tajuk, sehingga umumnya dikatakan bahwa pada hutan payau tidak ada stratifikasi tajuk secara lengkap seperti pada tipe-tipe ekosistem hutan lainnya. tumbuh-tumbuhan yang ada atau dijumpai pada ekosistem hutan payau terdiri atas 12 genus tumbuhan berbunga antara lain genus Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lumnitzera, Laguncularia, Aeigiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Gonocarpus.
Ekosistem hutan payau di Indonesia memiliki keanekaragaman spesies tumbuhan yang tinggi dengan jumlah spesies tercatat sebanyak lebih kurang 202 spesies yang terdiri atas 89 spesies pohon, 5 spesies palem, 19 spesies liana, 44 spesies epifit, dan satu spesies sikas (Bengen, 1999). Spesies-spesies pohon utama di daerah payau pada umumnya membentuk tegakan murni dan merupakan ciri khas komunitas tumbuhannya. Spesies-spesies pohon utama itu antara lain Avicennia spp., Sonneratia spp., Rhizophora spp., dan Bruguiera spp. Spesies-spesies pohon yang dapat menjadi pionir menuju ke arah laut adalah Avicennia spp., Sonneratia spp., dan Rhizophora spp., tetapi bergantung kepada kedalaman pantai dan ombaknya.
Adapun spesies-spesies tumbuhan payau tersebut dapat digolongkan ke dalam sejumlah jalur tertentu sesuai dengan tingkat toleransinya terhadap kadar garam dan fluktuasi permukaan air laut di pantai, dan jalur seperti itu disebut juga zonasi vegetasi. Jalur-jalur atau zonasi vegetasi hutan payau masing-masing disebutkan secara berurutan dari yang paling dekat dengan laut ke arah darat sebagai berikut.
  1. Jalur pedada yang terbentuk oleh spesies tumbuhan Avicennia spp. dan Sonneratia spp.
  2. Jalur bakau yang terbentuk oleh spesies tumbuhan Rhizophora spp. dan kadang-kadang juga dijumpai Bruguiera spp., Ceriops spp., dan Xylocarpus spp.
  3. Jalur tancang yang terbentuk oleh spesies tumbuhan Bruguiera spp. dan kadang-kadang juga dijumpai Xylocarpus spp., Kandelia spp., dan Aegiceras spp.
  4. Jalur transisi antara hutan payau dengan hutan dataran rendah yang umumnya adalah hutan nipah dengan spesies Nypa fruticans.
Dari segi ekologi, ekosistem hutan payau merupakan habitat unik dan paling khas yang dalam banyak hal berbeda dengan habitat-habitat lainnya. Contoh tipe ekosistem hutan payau ini dapat dilihat pada Gambar 1. Di habitat ini memungkinkan terjalinnya perpaduan yang unik antara organisme laut dan darat, serta antara organisme air asin dan air tawar.

Gambar 1. Ekosistem Hutan Mangrove Seram Utara, Maluku ( Irwanto, 2008)
Ekosistem hutan payau tersebut memiliki fungsi yang sangat kompleks, antara lain sebagai peredam gelombang laut dan angin badai, pelindung pantai dari proses abrasi dan erosi, penahan lumpur dan penjerat sedimen, penghasil detritus, sebagai tempat berlindung dan mencari makan, serta tempat berpijah berbagai spesies biota perairan payau, sebagai tempat rekreasi, dan penghasil kayu. Di samping itu, ekosistem hutan payau juga sebagai tempat/habitat berbagai satwa liar, terutama spesies burung/aves dan mamalia, sehingga kelestarian hutan payau akan berperan dalam melestarikan berbagai satwa liar tersebut.

Dari segi peran ekosistem hutan payau terhadap pelestarian lingkungan di sekitarnya terbukti sangat besar, lahan tambak di daerah pantai ternyata dapat dimanfaatkan secara optimal untuk usaha perikanan tambak. Hal tersebut dapat terjadi karena kekuatan air pasang dapat dikendalikan oleh keberadaan ekosistem hutan payau, sehingga lahan-lahan di daerah pantai dapat dimanfaatkan secara baik untuk tambak. Tambak di daerah pantai yang kondisi ekosistem hutan payaunya baik akan menjadi subur karena pengaruh kualitas perairan payau yang kaya sumber nutrisi dari detritus yang berasal dari ekosistem hutan payau, hal itu tentu akan meningkatkan produktivitas tambak itu sendiri.

ekosistem hutan gambut

Ekosistem .:: HUTAN GAMBUT ::.


Hutan gambut adalah hutan yang tumbuh di atas kawasan yang digenangi air dalam keadaan asam dengan pH 3,5 - 4,0. Hal itu tentunya menjadikan tanah sangat miskin hara. Menurut Indriyanto (2005), hutan gambut didefinisikan sebagai hutan yang terdapat pada daerah bergambut ialah daerah yang digenangi air tawar dalam keadaan asam dan di dalamnya terdapat penumpukan bahan ­bahan tanaman yang telah mati.
Ekosistem hutan gambut merupakan suatu tipe ekosistem hutan yang cukup unik karena tumbuh di atas tumpukan bahan organik yang melimpah. Daerah gambut pada umumnya mengalami genangan air tawar secara periodik dan lahannya memiliki topografi bergelombang kecil sehingga menciptakan bagian-bagian cekungan tergenang air tawar.
Arief (1994) mengemukakan bahwa gambut itu terjadi pada hutan­-hutan yang pohonnya tumbang dan tenggelam dalam lumpur yang hanya mengandung sedikit oksigen, sehingga jasad renik tanah sebagai pelaku pembusukan tidak mampu melakukan tugasnya secara baik. Akhirnya bahon-bahan organik dari pepohonan yang telah mati dan tumbang tertumpuk dan lambat laun berubah menjadi gambut yang tebalnya bisa mencapai 20 m.
 
Menurut Irwan (1992), gambut adalah suatu tipe tanah yang terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan (akar, batang, cabang, ranting, daun, dan lainnya) dan mempunyai kandungan bahan organik yang sangat tinggi. Permukaan gambut tampak seperti kerak yang berserabut, kemudian bagian dalam yang lembap berisi tumpukan sisa-sisa tumbuhan, baik itu potongan-potongan kayu besar maupun sisa-sisa tumbuhan lainnya. Anwar dkk. (1984 dalam Irwan, 1992) mengemukakan bahwa gambut dapat diklasifikasikan ke dalam dua bentuk, yaitu gambut ombrogen dan gambut topogen.
1. Gambut ombrogen
 
Bentuk gambut ini umum dijumpai dan banyak ditemukan di daerah dekat pantai dengan kedalaman gambut mencapai 20 m. Air gambut itu sangat asam dan sangat miskin hara (oligotrofik) terutama kalsium karena tidak ada zat hara yang masuk dari sumber lain, sehingga tumbuhan yang hidup pada tanah gambut ombrogen menggunakan zat hara dari gambut dan dari air hujan.
2. Gambut topogen
 
Bentuk gambut seperti ini tidak sering dijumpai, biasanya terbentuk pada lekukan-lekukan tanah di pantai-pantai (di balik bukit pasir) dan di daerah pedalaman yang drainasenya terhambat. Air gambut ini bersifat agak asam dan mengandung zat hara agak banyak (mesotrofik). Tumbuhan-tumbuhan yang hidup pada tanah gambut topogen masih mendapatkan zat hara dari tanah mineral, air sungai, sisa-sisa tumbuhan, dan air hujan.
Tipe ekosistem hutan gambut ini berada pada daerah yang mempunyai tipe iklim A dan B (tipe iklim menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson), pada tanah organosol yang memiliki lapisan gambut setebal lebih dari 50 cm (Santoso,1996; Direktorat Jenderal Kehutanan, 1976). Hutan gambut itu pada umumnya terletak di antara hutan rawa dan hutan hujan.
Vegetasi yang menyusun ekosistem hutan gambut merupakan spesies-spesies tumbuhan yang selalu hijau (evergreen). Spesies-spesies pohon yang banyak dijumpai di dalam ekosistem hutan gambut antara lain Alstonia spp., Dyera spp., Durio carinatus, Palaquium spp., Tristania spp., Eugenia spp., Cratoxylon arborescens, Tetramerista glabra, Dactyloeladus stenostachys, Diospyros spp., dan Myristica spp. Khusus di Kalimantan dan Sumatra Selatan, pada ekosistem hutan gambut banyak dijumpai Gonystylus spp.

ekosistem hutan hujan tropis

Ekosistem .:: HUTAN HUJAN TROPIS ::.

Secara geografis daerah tropis mencakup wilayah yang terletak di antara titik balik rasi bintang Cancer dan rasi bintang Capricornus, yaitu antara 23°27’ Lintang Utara dan 23°27’ Lintang Selatan. Meliputi wilayah Asia Selatan dan Asia Tenggara, Australia bagian Utara, sebagian besar wilayah Afrika, Kepulauan Pasifik, Amerika Tengah dan sebagian besar wilayah Amerika Selatan. Menurut Koeppen (1930) daerah tropis adalah wilayah yang terletak di antara garis isoterm 180 C bulan terdingin. Daerah tropis secara keseluruhan mencakup 30 % dari luas permukaan bumi. Hutan Tropis merupakan hutan yang berada di daerah tropis.

Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe vegetasi hutan tertua yang telah menutupi banyak lahan. Ekosistem hutan hujan tropis terbentuk oleh vegetasi klimaks pada daerah dengan curah hujan 2.000 -11.000 mm per tahun, rata-rata temperatur 25°C dengan perbedaan temperatur yang kecil sepanjang tahun, dan rata-rata kelembapan udara 80 %.

Tipe ekosistem hutan hujan tropis terdapat di wilayah yang memiliki tipe iklim A dan B (menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson), atau dapat dikatakan bahwa tipe ekosistem tersebut berada pada daerah yang selalu basah, pada daerah yang memiliki jenis tanah Podsol, Latosol, Aluvial, dan Regosol dengan drainase yang baik, dan terletak jauh dari pantai.

Tegakan hutan hujan tropis didominasi oleh pepohonan yang selalu hijau. Keanekaragaman spesies tumbuhan dan binatang yang ada di hutan hujan tropis sangat tinggi. Jumlah spesies pohon yang ditemukan dalam hutan hujan tropis lebih banyak dibandingkan dengan yang ditemukan pada ekosistem yang lainnya. Misalnya, hutan hujan tropis di Amazonia mengandung spesies pohon dan semak sebanyak 240 spesies.

Hutan alam tropis yang masih utuh mempunyai jumlah spesies tumbuhan yang sangat banyak. Hutan di Kalimantan mempunyai lebih dari 40.000 spesies tumbuhan, dan merupakan hutan yang paling kaya spesiesnya di dunia. Di antara 40.000 spesies tumbuhan tersebut, terdapat lebih dari 4.000 spesies tumbuhan yang termasuk golongan pepohonan besar dan penting. Di dalam setiap hektar hutan tropis seperti tersebut mengandung sedikitnya 320 pohon yang berukuran garis tengah lebih dari 10 cm. Di samping itu, di hutan hujan tropis Indonesia telah banyak dikenali ratusan spesies rotan, spesies pohon tengkawang, spesies anggrek hutan, dan beberapa spesies umbi-umbian sebagai sumber makanan dan obat-obatan.

Tajuk pohon hutan hujan tropis sangat rapat, ditambah lagi adanya tumbuh-tumbuhan yang memanjat, menggantung, dan menempel pada dahan-dahan pohon, misalnya rotan, anggrek, dan paku-pakuan. Hal ini menyebabkan sinar matahari tidak dapat menembus tajuk hutan hingga ke lantai hutan, sehingga tidak memungkinkan bagi semak untuk berkembang di bawah naungan tajuk pohon kecuali spesies tumbuhan yang telah beradaptasi dengan baik untuk tumbuh di bawah naungan.

Itu semua merupakan ciri umum bagi ekosistem hutan hujan tropis. Selain ciri umum yang telah dikemukakan di atas, masih ada ciri yang dimiliki ekosistem hutan hujan tropis, yaitu kecepatan daur ulang sangat tinggi, sehingga semua komponen vegetasi hutan tidak mungkin kekurangan unsur hara. Jadi, faktor pembatas di hutan hujan tropis adalah cahaya, dan itu pun hanya berlaku bagi tumbuh-tumbuhan yang terletak di lapisan bawah. Dengan demikian, herba dan semak yang ada dalam hutan adalah spesies-spesies yang telah beradaptasi secara baik untuk tumbuh di bawah naungan pohon.

A. Tipe Hutan Hujan Tropis Menurut Ketinggian Tempat
Menurut ketinggian tempat dari permukaan laut, hutan hujan tropis dibedakan menjadi tiga zona atau wilayah sebagai berikut.
1. Zona 1 dinamakan hutan hujan bawah karena terletak pada daerah dengan ketinggian tempat 0 -1.000 m dari permukaan laut.
2. Zona 2 dinamakan hutan hujan tengah karena terletak pada daerah dengan ketinggian tempat 1.000 - 3.300 m dari permukaan laut.
3. Zona 3 dinamakan hutan hujan atas karena terletak pada daerah dengan ketinggian tempat 3.300 - 4.100 m dari permukaan laut.

1. Zona Hutan Hujan Bawah
Penyebaran tipe ekosistem hutan hujan bawah meliputi pulau­pulau Sumatra, Kalimantan, Jawa, Nusa Tenggara, Irian, Sulawesi, dan beberapa pulau di Maluku misalnya di pulau Taliabu, Mangole, Mandioli, Sanan, dan Obi. Di hutan hujan bawah banyak terdapat spesies pohon anggota famili Dipterocarpaceae terutama anggota genus Shorea, Dipterocarpus, Hopea, Vatiea, Dryobalanops, dan Cotylelobium. Dengan demikian, hutan hujan bawah disebut juga hutan Dipterocarps. Selain spesies pohon anggota famili Dipterocarpaceae tersebut juga terdapat spesies pohon lain dari anggota famili Lauraceae, Myrtaceae, Myristicaceae, dan Ebenaceae, serta pohon-pohon anggota genus Agathis, Koompasia, dan Dyera.
Pada ekosistem hutan hujan bawah di Jawa dan Nusa Tenggara terdapat spesies pohon anggota genus Altingia, Bischofia, Castanopsis, Ficus, dan Gossampinus, serta spesies-spesies pohon dari famili Leguminosae. Adapun eksosistem hutan hujan bawah di Sulawesi, Maluku, dan Irian, merupakan hutan campuran yang didominasi oleh spesies pohon Palaquium spp., Pometia pinnata, Intsia spp., Diospyros spp., Koordersiodendron pinnatum, dan Canarium spp. Spesies-spesies tumbuhan merambat yang banyak dijumpai di hutan hujan bawah adalah anggota famili Apocynaceae, Araceae, dan berbagai spesies rotan (Calamus spp.).

2. Zona Hutan Hujan Tengah
Penyebaran tipe ekosistem hutan hujan tengah meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, sebagian daerah Indonesia Timor, di Aceh dan Sumatra Utara. Secara umum, ekosistem hutan hujan tengah didominasi oleh genus Quercus, Castanopsis, Nothofagus, dan spesies pohon anggota famili Magnoliaceae.
Di beberapa daerah, tipe ekosistem hutan hujan tengah agak khas. Misalnya di Aceh dan Sumatra Utara terdapat spesies pohon Pinus merkusii, di Jawa Tengah terdapat spesies pohon Albizzia montana dan Anaphalis javanica, di beberapa daerah Jawa Timur terdapat spesies pohon Cassuarina spp., di Sulawesi terdapat kelompok spesies pohon anggota genus Agathis dan Podocarpus. Di sebagian daerah Indonesia Timur terdapat spesies pohon anggota genus Trema, Vaccinium, dan pohon Podocarpus imbricatus, sedangkan spesies pohon anggota famili Dipterocarpaceae hanya terdapat pada daerah-daerah yang memiliki ketinggian tempat 1.200 m dpl.

3. Zona Hutan Hujan Atas
Penyebaran tipe ekosistem hutan hujan atas hanya di Irian Jaya dan di sebagian daerah Indonesia Barat. Tipe ekosistem hutan hujan atas pada umumnya berupa kelompok hutan yang terpisah-pisah oleh padang rumput dan belukar. Pada ekosistem hutan hujan atas di Irian Jaya banyak mengandung spesies pohon Conifer (pohon berdaun jarum) genus Dacrydium, Libecedrus, Phyllocladus, dan Podocarpus. Di samping itu, mengandung juga spesies pohon Eugenia spp. dan Calophyllum, sedangkan di sebagian daerah Indonesia Barat dijumpai juga kelompok­kelompok tegakan Leptospermum, Tristania, dan Phyllocladus yang tumbuh dalam ekosistem hutan hujan atas pada daerah yang memiliki ketinggian tempat lebih dari 3.300 m dpl.
mountain forest
B. Tipe Hutan Tropis Menurut Iklim di Indonesia


1. Hutan Tropis Basah
Hutan tropis basah adalah hutan yang memperoleh curah hujan yang tinggi, sering juga kita kenal dengan istilah hutan pamah. Hutan jenis ini dapat dijumpai di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku Bagian Utara dan Papua. Jenis-jenis yang umum ditemukan di hutan ini, yaitu: Meranti (Shorea dan Parashorea), keruing (Dipterocarpus), Kapur (Dryobalanops), kayu besi (Eusideroxylon zwageri), kayu hitam (Diospyros sp).


2. Hutan Muson Basah
Hutan muson basah merupakan hutan yang umumnya dijumpai di Jawa Tengah dan Jawa Timur, periode musim kemarau 4-6 bulan. Curah hujan yang dialami dalam satu tahun 1.250 mm-2.000 mm. Jenis-jenis pohon yang tumbuh di hutan ini antara lain jati, mahoni, sonokeling, pilang dan kelampis.


3. Hutan Muson Kering
Hutan muson kering terdapat di ujung timur Jawa, Bali, Lombok dan Sumbawa. Tipe hutan ini berada pada lokasi yang memiliki musim kemarau berkisar antara 6-8 bulan. Curah hujan dalam setahun kurang dari 1.250 mm. Jenis pohon yang tumbuh pada hutan ini yaitu Jati dan Eukaliptus.

4. Hutan Savana
Hutan savana merupakan hutan yang banyak ditumbuhi kelompok semak belukar diselingi padang rumput dengan jenis tanaman berduri. Periode musim kemarau 4 – 6 bulan dengan curah hujan kurang dari 1.000 mm per tahun. Jenis-jenis yang tumbuh di hutan ini umumnya dari Famili Leguminosae dan Euphorbiaceae. Tipe Hutan ini umum dijumpai di Flores, Sumba dan Timor.

C. Tipe Hutan Hujan Tropis Menurut Physiognomi

Pada sistem klasifikasi ini dasar yang dipakai adalah ciri-ciri luar vegetasi yang mudah dikenali dan dibedakan, seperti semak, rumput, pohon dan lain-lain. Ciri lebih lanjut seperti menggugurkan daun, selalu hijau, tinggi dan derajad penutupan tegakan dapat pula diterapkan. Ciri-ciri yang umum digunakan yaitu :
- Tinggi vegetasi, yang berkaitan dengan strata yang nampak oleh mata biasa
- Struktur, berpedoman pada susunan stratum (A, B, C, D dan E), dan penutupan tajuk (Coverage).
- Life-form atau bentuk hidup atau bentuk pertumbuhan, merupakan individu-individu penyusun komunitas tumbuh-tumbuhan.

Contoh :

a. Ciri physiognomi hutan tropis dataran rendah :
Kanopi
:
25 – 45 m
Tinggi pohon (emergent)
:
Khas, 60 – 80 m
Daun penumpu
:
Sering dijumpai
Elemen daun dominan
:
Mesophyl
Akar papan
:
Sering dijumpai dan sangat besar
Kauliflori
:
Sering dijumpai
Liana berkayu
:
Sering dijumpai
Liana pada batang
:
Sering dijumpai
Ephyphit
:
Sering dijumpai
b. Ciri physiognomy hutan tropis dataran tinggi/ pegunungan :
Kanopi
:
15 – 33 m
Tinggi pohon (emergent)
:
Sering tidak ada
Daun penumpu
:
Jarang dijumpai
Elemen daun dominan
:
Mesophyl
Akar papan
:
Jarang dijumpai dan kecil
Kauliflori
:
Jarang dijumpai
Liana berkayu
:
Jarang dijumpai
Liana pada batang
:
Sering dijumpai
Ephyphit
:
Sangat sering dijumpai
c. Ciri physiognomi hutan tropis pegunungan tinggi :
Kanopi
:
2 - 18 m
Tinggi pohon (emergent)
:
Pada umumnya tidak ada
Daun penumpu
:
Sangat jarang dijumpai
Elemen daun dominan
:
Microphyl
Akar papan
:
Pada umumnya tidak ada
Kauliflori
:
Tidak ada
Liana berkayu
:
Tidak ada
Liana pada batang
:
Jarang dijumpai
Ephyphit
:
Sering dijumpai
Di Indonesia berdasarkan ciri physiognomi tedapat dua tipe hutan yaitu : Hutan Hujan Tropis, hutan yang selalu hijau dan hutan musim atau hutan yang menggugurkan daun. Hutan hujan tropis umumnya dijumpai di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku bagian Utara dan Papua sedangkan hutan musim yang menggugurkan daun dijumpai di Jawa, Bali, Nusa Tenggara dan Maluku bagian Selatan.

D. Tipe Hutan Hujan Tropis Menurut Sosiologi Vegetasi

Tipe hutan berdasarkan sosiologi vegetasi merupakan pengklasifikasian hutan berdasarkan jenis yang dominan pada hutan tersebut atau berdasarkan famili yang dominan di daerah itu. Contoh :
- Hutan Dipterocarpaceae di Asia Tenggara, merupakan hutan tropis yang umum dijumpai dan Famili yang mendominasi adalah Famili Dipterocarpaceae.
- Hutan Shorea albida di Serawak, merupakan hutan tropis yang didominasi jenis Shorea albida.
- Hutan Ebony (Diospyros sp) di Sulawesi, merupakan hutan tropis yang didominasi oleh Ebony atau kayu hitam.
- Hutan Mahoni di Jawa, meupakan hutan musim yang didominasi oleh mahoni di pulau Jawa.

PLANTATION

E. Tipe-tipe Hutan Hujan Tropis pada Kondisi Khusus (Azonal)

Hutan pada tipe azonal umumnya dipengaruhi oleh kondisi tanah dan air serta kondisi tempat tumbuh yang miskin hara.

1. Hutan Mangrove
Hutan yang berada di tepi pantai, didominir oleh pohon-pohon tropika atau belukar dari genus Rhizophora, Languncularia, Avicennia dan lain-lain.

2. Hutan Gambut (Peak Forest)
Hutan yang tumbuh pada tanah organosol dengan lapisan gambut yang memiliki ketebalan 50 cm atau lebih, umumnya terdapat pada daerah yang memiliki tipe iklim A atau B menurut klasifikasi tipe iklim Schmidt dan Ferguson.

3. Hutan Rawa (Swamp Forest)
Hutan yang tumbuh pada daerah-daerah yang selalu tergenang air tawar, tidak dipengaruhi iklim. Pada umumnya terletak dibelakang hutan payau dengan jenis tanah aluvial. Tegakan hutan selalu hijau dengan pohon-pohon yang tinggi bisa mencapai 40 m dan terdiri atas banyak lapisan tajuk.

ekosistem darat

TIPE-TIPE EKOSISTEM | EKOSISTEM DARAT


Setiap ekosistem memiliki spesies dominan yang berbeda. Ekosistem pesisir memiliki spesies dominan yang berbeda dengan ekosistem hutan pegunungan. Biasanya ekosistem pesisir didominasi oleh vegetasi hutan pantai dan vegetasi hutan mangrove.


Macam spesies yang dominan dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor biotik maupun faktor abiotik. Misalnya, jika yang dominan tumbuh Meranti maka akan tumbuh Hutan Meranti. Karena itu dapat kita temukan ekosistem tumbuhan dominan, misalnya ekosistem hutan mangrove, ekosistem hutan sagu, ekosistem alang-alang.


Kalau faktor abiotiknya yang didominasi oleh air, maka ekosistem perairan juga bermacam-macam. Ada ekosistem air tawar, ada ekosistem air laut, dan air payau. Dalam setiap ekosistem terdapat ciri-ciri komunitas yang menonjol.


Ada berbagai tipe ekosistem yang dapat dijumpai di permukaan bumi. Besaran luasnya ekosistem tidak dapat ditentukan secara pasti.


Berbagai ekosistem di bumi mengadakan interaksi berbentuk biosfer. Jadi biosfer adalah lapisan bumi yang dihuni oleh organisme, yang terdiri atas berbagai ekosistem yang saling berinteraksi.


Biosfer dapat dipandang sebagai ekosistem yang sangat besar. Secara garis besar, Ekosistem dapat dibedakan menjadi Ekosistem Darat, Ekosistem Air dan Ekosistem Buatan (Binaan) dan dapat dijelaskan sebagai berikut :


EKOSISTEM DARAT


Ekosistem darat adalah ekosistem yang faktor lingkungan eksternalnya didominasi oleh daratan. Ekosistem dapat dibedakan menjadi ekosistem darat alami dan Ekosistem Suksesi :


Ekositem Darat Alami


Ekosistem darat alami adalah ekosistem yang tumbuh dan berkembang secara alami. Berdasarkan topografinya ekosistem darat alami di Indonesia dapat dibedakan menjadi Ekosistem vegetasi pamah, ekosistem vegetasi pegunungan, dan ekosistem vegetasi munson


1) Ekosistem Vegetasi Pamah,


Ekosistem ini membentang dari ketinggian 0 sampai 1000 meter di atas permukaan laut. Vegetasi berupa hutan belukar. Sebagian besar hutan di Indonesia tergolong ekosistem vegetasi pamah. Vegetasi yang terdapat dalam ekosistem ini terdiri dari vegetasi darat dan rawa.


Vegetasi rawa adalah vegetasi yang terdapat di daerah yang berawa, yang tergenang air. Vegetasi darat adalah vegetasi yang terdapat di darat yang tidak tergenang air. Yang tergolong ekosistem vegetasi rawa adalah ekosistem hutan mangrove di daerah pantai, ekosistem hutan rawa air tawar, dan ekosistem hutan tepi sungai.


Hutan mangrove yang terdapat di tepi pantai, yang air lautnya selalu tergenang saat air laut pasang naik. Luasnya mencapai 4.250.000 ha dan tersebar diseluruh kepulauan di Indonesia. Selain berfungsi untuk menjaga terjadinya abrasi (erosi air laut), hutan bakau memiliki fungsi ekologi yang sangat penting. Biasanya tumbuhan bakau menjadi sarang berbagai unggas atau tempat bertengger burung-burung yang sedang mengadakan migrasi. Kotoran burung yang jatuh ke dasar hutan menyuburkan air laut. Fitoplankton dan Zooplankton hidup subur di daerah hutan mangrove. Oleh karenanya, perairan di sekitar hutan mangrove memiliki banyak spesies organisme air, termasuk ikan. Keadaan yang demikian sangat menguntungkan para nelayan.


Di daerah pantai yang berbatasan dengan hutan mangrove terdapat ekosistem hutan rawa air tawar. Di Kalimantan banyak terdapat ekosistem ini karena genangan air tawar dapat mencapai daerah yang luas. Pohon-pohon memiliki akarr lutut atau akar tunjang. Hutan ini lebat dan pohon-pohonnya dapat mencapai ketinggian hingga 30 meter.


Ekosistem hutan tepi sungai banyak terdapat di sepanjang tepi sungai besar, misalnya banyak terdapat di tepi sungai-sungai Sumatra, Kalimantan, dan Irian Jaya. Pada musim penghujan sering digenangi air, dimusim kemarau kering. Karenanya disebut sebagai vegetasi rawa musiman. Vegetasinya berupa tumbuhan besar yang berkayu yang memiliki akar yang kuat.


2) Ekosistem Vegetasi Pegunungan


Ekosistem vegetasi pegunungan bermacam-macam tergantung pada ketinggiannya (elevasinya). Ekosistem ini dapat dibedakan menjadi :


a) Vegetasi Hutan Pegunungan


Vegetasi hutan pegunungan terdapat pada ketinggian 1500- 3.300 meter diatas permukaan air laut. Cirinya, semakin tinggi elevasinya, semakin kecil dan pendek vegetasinya, dan semakin rendah keanekaragamannya. Misalnya ekosistem hutan pegunungan bawah pada elevasi 1000-2000 m dan ekosistem hutan pegunungan atas yang terdapat pada elevasi 2500-3300 m. Di dalam ekosistem hutan pegunungan atas yang lembab banyak dijumpai lumut, anggrek dan tumbuhan epifit.


b) Vegetasi Padang Rumput Pegunungan


Padang rumput pegunungan terdapat pada elevasi 3.200-3.600 m. Komunitasnya terdiri dari rumput yang dapat mencapai 1 m tingginya. Contohnya adalah padang rumput yang terdapat di pegunungan Irian Jaya.


c) Vegetasi Terbuka Lereng Berbatu


Vegetasinya berupa rumput, tumbuhan paku, dan semak tertentu. Ekosistem ini terdapat di lereng-lereng bukit batu kapur yang memiliki curah hujan sedikit tetapi lembab.


d) Vegetasi Rawa Gambut


Vegetasinya berupa perdu rawa gambut atau rumput yang menutupi tanah gambut. Misalnya terdapat di Irian Jaya pada ketinggian 3.300-4.000 m atau di Jawa pada ketinggian 2.000-3.500 m dari permukaan air laut.


(e) Vegetasi Danau


Vegetasi danau banyak dijumpai di daerah pegunungan tinggi. Di Indonesia banyak terdapat danau eutrofik, yakni danau yang kaya unsur hara dan ditumbuhi oleh berbagai tumbuhan air. Jika tumbuhan air menutupi danau, maka kegiatan pernapasan di malam hari akan menghabiskan oksigen. Akibatnya banyak spesies ikan dan hewan air yang mati. Yang tertinggal adalah ikan dan hewan air yang tahan terhadap kekurangan oksigen. Contohnya adalah Danau Singkarak, dan Danau Meninjau.


(f) Vegetasi Alpin


Vegetasi ini dijumpai didaerah yang memiliki elevasi diatas 4.000 m. Vegetasinya rumput, lumut, dan lumut kerak.Podang lumut dikenal sebagaitundra. Pada elevasi 4.100-4.200 m vegetasinya berupa lumut dan lumut kerak. Pada elevasi 4.000-4.500 m vegetasinya berupa padang rumput yang lebat dan padat.


3) Ekosistem Vegetasi Munson


Vegetasi ini banyak dijumpai didaerah beriklim kering yang memiliki curah hujan sedikit. Daerahnya meliputi wilayah pada elevasi 0-800 m. Misalnya hutan munson yang terdapat di Jawa Timur bagian timur, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Irian Jaya. Ciri hutan munson adalah pohon-pohonnya rendah, banyak cabang dan batangnya tidak lurus. Contoh yang lain adalah savana. Vegetasinya berupa padang rumput yang diselingi semak belukar. Savana terdapat di Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur dan Irian Jaya.


Ekosistem Suksesi.


Ekosistem suksesi dibedakan menjadi ekosistem suksesi primer dan ekosistem suksesi sekunder. Ekosistem suksesi primer adalah ekosistem yang tumbuh pada permukaan yang terbuka. Jadi mula-mula vegetasinya kosong, hanya ada batuan, kemudian terjadi suksesi dan tumbuh ekosistem baru. Contohnya pada suksesi yang terjadi di krakatau. Ekosistem suksesi sekunder adalah ekosistem yang tumbuh akibat ekosistem alami rusak. Jadi ekosistem sekunder tidak dimulai dari kondisi yang kosong. Misalnya jika hutan terbakar, akan muncul hutan belantara lagi setelah mengalami suksesi sekunder.

Habitat

Habitat adalah tempat suatu makhluk hidup. Semua makhluk hidup mempunyai tempat hidup yang disebut habitat (Odum, 1993). Kalau kita ingin mencari atau ingin berjumpa dengan suatu organisme tertentu, maka harus tahu lebih dahulu tempat hidupnya (habitat), sehingga ke habitat itulah kita pergi untuk mencari atau berjumpa dengan organisme tersebut. Oleh sebab itu, habitat suatu organisme bisa juga disebut alamat organisme itu.


Semua organisme atau makhluk hidup mempunyai habitat atau tempat hidup. Contohnya, habitat paus dan ikan hiu adalah air laut, habitat ikan mas adalah air tawar, habitat buaya muara adalah perairan payau, habitat monyet dan harimau adalah hutan, habitat pohon bakau adalah daerah pasang surut, habitat pohon butun dan kulapang adalah hutan pantai, habitat cemara gunung dan waru gununl; ndalah hutan Dataran tinggi, habitat manggis adalah hutan dataran rendah dan hutan rawa, habitat ramin adalah hutan gambut dan daerah dataran rendah lainnya, pohon-pohon anggota famili Dipterocarpaceae pada umumnya hidup di daerah dataran rendah, pohon aren habitatnya di tanah dataran rendah hingga daerah pegunungan, dan pohon durian habitatnya di dataran rendah.


Istilah habitat dapat juga dipakai untuk menunjukkan tempat tumbuh sekelompok organisme dari berbagai spesies yang membentuk suatu komunitas. Sebagai contoh untuk menyebut tempat hidup suatu padang rumput dapat menggunakan habitat padang rumput, untuk hutan mangrove dapat menggunakan istilah habitat hutan mangrove, untuk hutan pantai dapat menggunakan habitat hutan pantai, untuk hutan rawa dapat menggunakan habitat hutan rawa, dan lain sebagainya. Dalam hal seperti ini, maka habitat sekelompok organisme mencakup organisme lain yang merupakan komponen lingkungan (komponen lingkungan biotik) dan komponen lingkungan abiotik.